BANDAR LAMPUNG — Diskusi Novel “Maafkan Aku, Kuala Mesuji” karya Fajar adalah satu dari banyak Novel yang mengangkat persoalan masyarakat dengan perspektif kemanusiaan.
Hal ini disampaikan pembicara sekaligus praktisi teater potlot Conie Sema dalam diskusi yang dihelat di Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS, Bandar Lampung, Sabtu malam (26/11/2016).
Menurut Conie Sema, novel ini memilih cerita dengan latar sebuah kawasan register 45 Sungai Buaya. Kemudian berakhir di Kampung Kuala Sindang lazim disebut Kuala Mesuji. Sebuah wilayah yang secara historis adalah bagian dari kampung di Kabupaten Mesuji.
Novel yang ditulis Fajar cukup bagus dan tepat untuk mempresentasikan sebuah karya. Latar yang berkarakter khas tersebut sebagai alat sang penulis untuk “menggugat” realitas dan peristiwa-peristiwa terpenting yang dialami para tokoh dalam novel ini.
Bagi Fajar bedah malam ini adalah hal baru, karena karya sastranya untuk dikritisi. Menurut dia, sejak lama dia menulis dan sudah sering mengirim di media, tapi jarang dimuat.
Namun, kata dia, pernah sekali cerpen yang dimuat di SKH Lampung Post soal kabut. “Sejak SMA telah hobi menulis, belajar secara autodidak, karena kuasa Tuhan pada akhirnya terbit sebuah buku ini,” katanya.
Hadir dalam bedah novel itu antara lain seniman, praktisi sastra, pengamat, birokrat serta jurnalis.(LP).