Pemalang, (Pena Berlian Online), 23-7-2023. Kegiatan ‘Arisan Sastra’ tiap bulan yang diadakan komunitas sastra di Pemalang, bertema puisi pemalangan. Digelar di rumah Dr. Tri Mulyono pada Hari Minggu 23 Juli 2023 mulai pukul 14.30 Wib sampai selesai.
Arisan Sastra dibuka dengan pembacaan puisi bahasa jawa dan sangsekerta oleh Ali, selaku penyair dan pengamen dari Dukuh Balutan Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang.
Dilanjutkan pembacaan puisi dengan judul “Brendhung Sarwodadi” oleh Maitsal Rahma Habibatul Mar’ati duduk di bangku kelas VI SD Negeri 03 Sarwodadi Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Putri dari Gelegar Prakosa selaku Wakil Ketua Komite Sastra Pemalang.
Selaku Ketua Komite Sastra Pemalang, Kustajianto menyampaikan bahwa dalam membahas puisi pemalangan tidak hanya berhenti pada diskusi tiap bulan, tetapi membuktikan pada masyarakat dalam bentuk buku antologi puisi.
Sesuai Arisan Sastra bulan lalu, telah disepakati, ciri khas puisi pemalangan tersusun dalam dua baris, empat baris dan satu baris, yang berarti menunjukan kelahiran Pemalang pada 24 Januari.
“Rumusan dua-empat-satu, jika dalam mengekspresikan jiwa belum puas maka kembali lagi pada rumusan dua-empat-satu dan bisa berulang-ulang,” paparnya.
Sedangkan Dr. Tri Mulyono selaku dosen Universitas Pancasakti Tegal menambahkan jika ada puisi yang tanpa menggunakan rumusan dua-empat-satu, asalkan bertemakan kehidupan masyarakat Pemalang dan bahasa jawa pemalangan, sudah tergolong puisi pemalangan.
“Perbedaan sebagian ‘kata’ dari masyarakat yang bertempat tinggal di Pemalang Tengah, Pemalang Selatan dan Pemalang Timur. Lebih baik kalimat dalam puisi yang disampaikan, sesuai bahasa jawa setempat. Agar menghasilkan puisi yang tidak terkesan dipaksanakan,” ungkapnya dalam memimpin diskusi yang meriah.
Dalam kesempatan yang sama, Suhari Putra Senja selaku pembina Komite Sastra Pemalang menegaskan bahwa membukukan puisi pemalangan, untuk dipasarkan dalam rangka tujuh belas Agustusan, tentu belum siap.
“Yang bisa dilakukan sekarang, mencetak ulang antologi puisi “Di Taman Patih Sampun”. Berdasarkan pengalaman selaku wartawan, banyak kepala desa di Pemalang yang siap membeli antologi puisi penyair Pemalang tersebut,” paparnya serius.
Diskusi yang hangat dan kekeluargaan berlangsung sampai pukul 17.20 Wib. Akhirnya dengan membawa semangat yang menggebu untuk tetap eksis jadi penyair. Kembali ke rumah masing-masing sebelum terdengar adan maghrib.
(Suhari Putra Senja)