Jakarta – Dalam 8 bulan terakhir, KPK mengungkap banyak permainan perkara di pengadilan. Salah satunya dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Partahi dan Casmaya yang disebut menerima suap dari pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
Komisi Yudisial (KY) merasa belum bisa memeriksa keduanya karena sudah ranah pidana, bukan lagi kode etik.
“Kalau suap itu ranah pidana. Tetapi kita tetap melakukan pemeriksaan tapi tidak akan terbuka. Kalau masalah kode etik kan tertutup. Itu hanya jadi petunjuk apakah ada aspek kode etik atau tidak,” kata Aidul usai ‘Diskusi Optimaliasi Wewenang KY Dalam Wujudkan Hakim Berintergeritas’, di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, seperti dilansir dari Detik News pada, Kamis (13/10/2016).
“Tapi jika disebutkan ada suap itu masuk ranah pidana hukum, dengan begitu kita akan melakukan aspek pemeriksaan dari kode etiknya. Tapi kan problemnya kode etik itu tertutup,” sambung Aidul.
Menurut Aidul temuan dari jaksa KPK akan ditindaklanjuti. Sebab selama ini banyak laporan dugaan suap namun tidak dapat dibuktikan karena saksinya tidak berkompeten.
“Setidaknya ada 1092 pengaduan dugaan suap di tahun saja sampai dengan bukan Agustus. Sementara yang terbukti hanya 29, termasuk salah satunya suap yang berujung pemberhentian. Itu yang memang terbukti suap, meskipun disebut pihak lain. Hal itu juga kita telusuri tapi tidak terbukti apapun,” bebernya.
Aidul membantah bila lembaganya disebut mandul dalam pengawasan. Terlebih apa yang sebutkan Jaksa KPK barulah dugaan.
“Begini tidak semua yang baru laporan ada pemeriksaan, boleh jadi itu dugaan saja. Dugaan itu banyak juga ke kami, hanya misalkan laporan dari satu orang di dalam tuntutan kan itu belum ada penyidikan baru muncul dugaan,” pungkas Aidul.