Musibah Banjir Salah Siapa ?

HUJAN hujan jaman dahulu mau derasnya seperti apa jarang terjadi banjir di Provinsi Lampung, karena jaman dahulu jamannya pak presiden soeharto sungai dan alurnya serta tepian sungai jarang ada penambangan pasir ilegal yang mengakibatkan pendangkalan sungai dan daerah resapan terjaga, bahkan sistem pembangunan terperogram dengan baik dan memiliki kualitas yang baik..

Kalau zaman sekarang pemerintahan banyak punya program pembangunan tapi memiliki kualitas instan atau tak tahan lama, dan penambangan pasir atau tanah galian ilegal di sepanjang alur tepian dan dasar sungai semakin ramai dan diduga pendapatan dari retribusi galian c serta diduga izin pertambangan mulai tidak jelas baik dikelola provinsi dengan sistem bagi hasil dengan daerah, serta hasil dari pajak pertambangan itu sendiri minim digunakan untuk pembangunan ketahanan ekosistem alam kembali pada lokasi pertambangan..

Sejak saya keliling dari Tahun 2013-2014, diberbagai daerah di Provinsi Lampung, maka pada Tahun 2014 di akun facebook muhamad nizar milik saya mengenai perlunya pemerintahan provinsi lampung beserta pemerintahan kabupaten yang ada diseluruh daerah provinsi lampung, perlu dengan segera menyusun program pembangunan ketahanan ekosistem alam karena prediksi saya dari tahun 2015 sampai tahun tahun berikutnya maka dampak dari kestabilan ekossitem alam yang sudah makin rusak parah maka dari tahun 2015 itulah sampai tahun-tahun berikutnya maka provinsi lampung akan rentan terkena dampak musibah banjir, tanah longsor, kebakaran, kekeringan sumber air bersih, serta angin puting beliung.

Selain itu, areal-areal yang akan terkena dampak musibah diatas akan terus menyebar dengan semakin maraknya pembangunan yang tidak di imbangi dengan penanganan dampak lingkungan.

Coba bayangkan satu proyek JJTS yang ada saat ini, berapa banyak pepohonan kayu yang menjadi sumber potensi penghijauan yang ditebang ? Berapa banyak tebing yang dipangkas serta tanah yang digali untuk urugan pengerataan dasar badan jalan JJTS ?

Belum lagi berapa banyak batu border dari pegunungan atau sungai ataupun dari dalam tanah yang digali untuk material base a untuk perkerasan ataupun untuk batu split ready mix / bahan beton jalan jtts, berapa banyak sawah potensial atau daerah pontensial resapan yang harus tergusur dan tertimbun..?

Lalu sudahkan pemerintahan pusat ataupun provinsi lampung menyusun program kerja akan dampak lingkungan yang ada akibat pembangunan tersebut..?

Belum lagi terhadap pengembangan pembangunan disektor yang lain yang dimiliki pemerintah atau perorangan (swasta) yang tentu saja turut andil didalam pelemahan terhadap daya sistem ketahan alam lingkungan, alih fungsi hutan pepohonan kayu keras yang menjadi lahan perkebunan sawit ataupun karet yang tentu saja merusak ekosistem alam.

Lalu apakah salah bila air hujan mengakibatkan banjir kejalanan dan pemukiman , bila tanah areal resapan telah berkurang dan hutan alami sudah rusak serta alur sungai rusak dan kedalam dasarannya mendangkal..?

Sungguh yang saat ini perlu dikhawatirkan adalah ditahun-tahun yang akan datang apakah bencana hanya sebatas ini atau akan makin parah dan meluas, lalu akan seperti apa nasib anak-anak atau cucuk kita nantinya..?

Inilah yang harusnya menjadi pola fikir disetiap manusia yang ada saat ini, serta harus segera berupaya dengan tindakan nyata untuk memulai membangun ketahanan ekosistem alam dilingkungan tempat kita tinggal. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *