Jakarta – Upaya deradikalisasi yang dilakukan di Indonesia bisa menjadi contoh sukses bagi negara-negara di dunia. Indonesia melakukan berbagai pendekatan meredam paham radikal.
“Negara-negara di dunia sudah selayaknya menjadikan Indonesia sebagai contoh sukses bagaimana meredam aksi-aksi teror yang saat ini banyak dipengaruhi ISIS,” ujar Indonesianis dari Lewis and Clark College, Portland-Oregon, Roger Paget.
Paget menyampaikan hal itu dalam seminar “De-radicalizing Radicalization: Learning from Interfaith Peacebuilding in Indonesia and the United States” di Portland State University, Oregon, Amerika Serikat dalam rilis KJRI San Fransisco yang diterima, seperti dilansir dari detik news pada, Minggu (16/10/2016). Seminar ini diadakan atas kerjasama KJRI San Francisco berkerjasama dengan Portland State University (PSU).
Seminar di kampus PSU ini mengamini penting dan efektifnya pendekatan soft-approach dalam meredam benih-benih radikalisme di generasi muda, baik di Indonesia, AS, maupun negara-negara lainnya. Hal inilah yang menyebabkan konsep deradikalisasi yang dipopulerkan oleh Indonesia menjadi semakin relevan dalam menciptakan keamanan dan perdamaian dunia.
Selain Roger Paget, juga ada pakar resolusi konflik, studi perdamaian dan genosida PSU Amanda Byron dan pakar resolusi konflik dan hubungan internasional PSU Harry Anastasiou. Dari Indonesia, ada pembicara Tonny Pariela dari Universitas Pattimura di Ambon dan Muhammad Wildan dari UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta.
Tonny menyampaikan bagaimana konflik komunal masyarakat di Ambon pada tahun 1999 hingga 2001 silam merupakan konflik berdarah yang terburuk di Maluku, dan bagaimana Pemerintah dan masyarakat lokal dapat menyelesaikan melalui konsep deradikalisasi yang menggunakan kearifan lokal.
Sementara itu Wildan mengungkapkan berbagai aksi radikalisme di Indonesia yang baru-baru ini banyak dipengaruhi ISIS. Wildan menggarisbawahi pola rekrutmen pemuda-pemuda di Indonesia untuk bersimpati terhadap ISIS, dan bagaimana kelompok madani dan Pemerintah Indonesia menggunakan berbagai pendekatan untuk meredamnya. Menurutnya Indonesia saat ini sudah memasuki era Post-Islamism atau Islam yang menjunjung tinggi demokrasi.
Sedangkan Konsul Jenderal RI di San Fransisco Ardi Hermawan menyampaikan bahwa seminar ini penting untuk melakukan sharing konsep deradikalisasi Indonesia kepada kaum intelektual di AS untuk meredam aksi-aksi radikal belakangan ini.
“Forum ini menjadi penting karena Indonesia dan AS saling belajar bagaimana pemerintah masing-masing negara mengatasi aksi kekerasan sehingga perlu melibatkan sekolah, perguruan tinggi, maupun pemimpin agama di tingkat akar rumput,” ujar Ardi.