KIRA-KIRA 8 turunan dari sekarang di zaman Pangeran Pulun I yang merupakan Saibatin (Raja) di Kenali telah terjadi satu peristiwa penting di daerah Komering, yaitu seorang pemuka rakyat Talang Manduwai (kampung campang tiga saat ini) yang bernama Pangeran Manduwai bersama beberapa hulubalangnya pergi ke rimba untuk berburu.
dalam perburuannya tersebut tiba-tiba dilihatnya dalam pokok sebatang kayu sebuah lubang besar yang tatkala lubang tersebut didekati terdapat seseorang bertapa yang sedang berdiri dengan menongkatkan sebilah pedang terhunus.
badan orang tersebut telah dilekati oleh getah dan kulit-kulit kayu yang terlihat seperti dipenuhi lumut dikarenakan telah lama tidak dibersihkan.
orang tersebut kemudian dibawa oleh pangeran manduwai ke kampung, kemudian badan orang tersebut yang telah dipenuhi oleh getah kayu dan berlumut itu dimandikan dan digosok dengan air lasuhan beras (air bekas mencuci beras) sehingga bersih dan segar kembali.
setelah dibersihkan orang tersebut ternyata memiliki rupa yang sangat tampan dan rupawan sehingga pangeran manduwai bersedia mengangkatnya menjadi anak menantu dan diberi gelar Pangeran Tongkok Podang, sesuai dengan keadaannya waktu diketemukan dihutan sedang menongkatkan pedang.
seiring berjalannya waktu, mertua pangeran tongkok podang yang memasuki masa tua, pangeran tongkok podang pun menggantikan posisi mertuanya sebagai kepala adat apalagi saat ini pangeran tongkok podang sudah memiliki seorang putra.
pada satu ketika terjadilah perkelahian antara putra dari pangeran tongkok podang dengan teman sepermainannya yang berujung pada putra pangeran tongkok podang diolok-olok orang temannya tersebut dengan sebutan “Kamu Anak Kemang”, kemang yang berarti sebangsa orang hutan atau monyet besar.
mendengar olokan dari temannya, anak tersebut menangis dan mengadukan kepada orang tuanya, bukan kepalang marah dan tersinggungnya pangeran tongkok podang mendengar pengaduan dari anaknya tersebut.
jika selama ini dirinya sungkan untuk menerangkan asal usulnya, maka setelah dirinya mendengar aduan dari anaknya tersebut dirinya berpikir sudah waktunya untuk menjelaskan asal usulnya kepada keluarga besar dan masyarakat nya saat itu.
setelah seluruh keluarganya berkumpul maka pangeran tongkok podang pun menjelaskan bahwa dirinya adalah salah seorang anak dari pangeran kenali di Sekala Brak, karena dirinya merasa kecil hati yang kalah dengan saudaranya sendiri dalam memperebutkan Singko’an (istri saudara yang telah meninggal), maka dirinya pergi untuk membuang diri berkelana kedalam hutan sehingga sampailah didaerah manduwai ini dengan membawa sebilah pedang dan sarungnya ditinggalkan dikenali.
untuk membuktikan cerita dari Pangeran Tongkok Podang, maka tidak berapa lama kemudian berangkatlah dirinya bersama keluarga besarnya dan beberapa hulubalang menuju kenali di sekala brak.
sesampainya di kenali mereka menghadap kepada pangeran kenali dan menyampaikan cerita tersebut kemudian dicarilah sarung dari pedang yang dibawa dari manduwai tersebut dan disarungkan, yang ternyata sangat cocok dengan pedangnya.
sampai dengan saat ini keturunan pangeran tongkok podang berkembang biak dan menempati kampung campang tiga dan adumanis komering yang merupakan perpindahan dari kampung talang manduwai.
(tulisan ini sesuai dengan catatan komering dan catatan dikenali pada saat suttan ratu pikulun bertugas sebagai tentara didaerah komering tahun 1946).
cATATAN : ditulis kembali oleh Puniakan Beliau Suttan Junjungan Sakti Yang Dipertuan Sekala Brak ke-27 yang merupakan Saibatin Raja Adat Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Belunguh. (*)