penaberlian.com, Jambi – Aksi geng motor kembali membuat resah masyarakat Kota Jambi. Baru-baru ini, sejumlah aksi ugal-ugalan dan gangguan yang dilakukan oleh geng motor terjadi di beberapa lokasi, termasuk di kawasan Tanjung Lumut, depan Masjid Al-Bafadhal, Kampung Manggis, dan depan Bank Mandiri. Insiden ini menimbulkan keresahan, apalagi melibatkan anak-anak di bawah umur yang sering kali tidak bisa dijerat hukum secara maksimal.
Ketua DPW PWDPI Jambi, Irwanda Nauufal Idris dalam pernyataannya, menyoroti fenomena ini sebagai persoalan serius yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. “Masalah geng motor ini tidak bisa hanya dibebankan pada aparat penegak hukum. Ini pekerjaan besar bagi seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah, komunitas, hingga keluarga,” tegasnya.
Fenomena geng motor yang didominasi anak di bawah umur juga menjadi sorotan. Berdasarkan aturan yang ada, anak di bawah umur yang terlibat tindak kriminal umumnya akan ditangkap, dibina, lalu dilepaskan kembali. Hal ini diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yang mengutamakan perlindungan hak-hak anak meskipun terlibat masalah hukum. Namun, pendekatan ini dianggap oleh sebagian pihak tidak memberikan efek jera, bahkan menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku geng motor.
“Maraknya geng motor ini menunjukkan bahwa kita perlu mengevaluasi Undang-Undang Perlindungan Anak. Revisi terhadap regulasi tersebut menjadi acuan penting untuk memastikan anak yang melanggar hukum juga mendapatkan penanganan yang memberikan efek jera,” ungkap Ketua DPW PWDPI Jambi.
Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah rawan aksi geng motor pun mengaku khawatir dengan keselamatan mereka. Salah seorang warga Kampung Manggis menyatakan bahwa aksi ini tidak hanya mengganggu ketertiban, tetapi juga berpotensi membahayakan pengguna jalan lainnya, ungkap A saat di temui awak media pada Jumat 23 November 2024.
Pihak kepolisian, sementara itu, terus berupaya menekan aksi geng motor ini melalui patroli rutin dan razia kendaraan. “Kami memprioritaskan pembinaan kepada anak-anak di bawah umur yang terlibat. Namun, perlu kerja sama semua pihak, termasuk keluarga, untuk mengontrol dan mengedukasi anak-anak mereka agar tidak terjerumus,” ujar salah satu anggkota kepolisian Kota Jambi.
Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa penanganan geng motor tidak hanya dapat diselesaikan dari sisi penegakan hukum, tetapi juga melalui pendekatan sosial dan pendidikan. Peran keluarga, sekolah, tokoh agama, dan pemerintah daerah menjadi sangat penting untuk menciptakan kesadaran bersama dalam mengatasi masalah ini.
Dengan meningkatnya peredaran geng motor di Jambi, revisi terhadap regulasi, khususnya UU Perlindungan Anak, dapat menjadi langkah awal untuk memberikan keseimbangan antara perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas.(Red)