Bandarlampung ( Pena Berlian Online)-Selain meminta Irjen Pol. Dr. Drs.Hi. Ike Edwin, SIK, MH., Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Politik untuk menjadi Ketua Dewan Pengurus Daerah ( DPD), Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia ( AWPI), Provinsi Lampung, jajaran pengurus AWPI juga mennyempatkan untuk mengenal lebih jauh asal-usul berdirinya kerajaan Sekala Brak.
Perdana Menteri Panglima Kerajaan Adat Paksi Pak Skala Brak Lampung,Irjen Pol, Ike Edwin, dalam acara audiensi dengan DPD AWPI Lampung mengatakan, saat ini budaya lokal dan tradisional terus tergerus. Itu menjadi kesadaran dirinya serta Edwardsyah Pernong untuk menjaga kembali silsilah, petatah-petitih, dan eksistensi Kerajaan Sekala Brak, Lampung Barat.
“Sejarah mencatat dan menempatkan Kerajaan Sekala Brak di posisi paling atas dalam nasab orang Lampung. Silsilah ini dinilai amat penting bagi saya dan keluarga besarnya. Sebab, ini menyangkut eksistensi dari satu garis kehidupan dan peradaban suatu klan besar di Lampung,”jelas Mantan Kapolda Lampung, Ike Edwin.
Ike Edwin juga mengatakan, Kesadaran itu muncul dan menjadi spirit baru keluarga besar asal Batu Brak, Liwa, Lampung Barat. Meski berkarier sebagai abdi keamanan di Jakarta, bersama sang kakak, Brigjen Pol. Edwarsyah Pernong, ia intens pulang kampung dengan menghidupkan lebih terang lagi sinar budaya di daerahnya. Struktur kerajaan yang memang masih terang benderang ditegaskan lagi. Secara garis nasab, Edwardsyah Pernong adalah salah satu raja dari keempat raja yang ada di sekala brak. Sedangkan Ike Edwin adalah perdana menteri. Diantara kempat tersebut yakni, 1. Suttan Jaya Kesuma dari paksi bejalan diway 2. Suttan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi dari paksi Pernong 3. Suttan Junjungan Sakti dari Paksi Belunguh 4. Suttan Ratu Pikulun dari Paksi Nyerupa..
“Saya selalu mengajak para tokoh adat, agama dan masyarakat serta semua kalangan agar hal tersebut diskusi tentang masa depan budaya Lampung. saya merasa sangat perlu sharing tentang keberadaan Kerajaan Sekala Brak kepada semua warga Lampung. Ini sama sekali bukan untuk pamer atau menunjukkan arogansi. Ini semata karena tanggung jawab saya hanya ingin melestarikan budaya yang ada. Yakni, keberadaan Kerajaan Sekala Brak sejak abad ke-3,” kata Ike Edwin.
Dia juga menceritakan, Kerajaan Sekala Brak sebenarnya adalah kerajaan tertua di Indonesia karena muncul sebelum Kerajaan Kutai Kertanegara, yang selama ini disebut sebagai kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini mengalami dua era, yaitu era Hindu Buddha dan era Islam.
“Raja Laula adalah raja pertama di Sekala Brak kuno. Raja terakhir Sekala Brak kuno yang beragama Hindu adalah Raja Sekarmong pada abad ke-11. Karena tidak mau masuk Islam, terjadilah perpecahan antara raja tersebut dan Ratu Penggalang Paksi dan Sultan Zulkarnaen dari Aceh sehingga pada abad 11 muncullah Paksi Pak Sekala Brak, yang merupakan awal dari masuknya Islam di Sekala Brak,”tuturnya.
Keempat paksi tersebut, kata Dang Gusti Ike Edwin, panggilan akrab Irjen Pol. Dr. Drs.Hi. Ike Edwin, SIK, yaitu Kepaksian Bejalan Diway, Kepaksian Nyerupa, Kepaksian Pernong, dan Kepaksian Belunguh. Pada abad ke-15, Sekala Brak mulai berperang dengan Portugis dan Belanda. Saat Sekala Brak kalah perang, Belanda tidak mengizinkan seluruh warga kerajaan memakai artibut dan gelar adat.
“Karena menolak hal itu, para raja kemudian bergerilya ke berbagai daerah. Pada abad 15, panglima perang Sekala Brak membuat kampung di berbagai daerah, seperti di Tanggamus, Komering, dan Way Kanan. Mereka membawa 20 keturunan dan kemudian membesarkan keturunan baru. Pada abad ke-18, jumlah keturunan tersebut sudah lebih dari 3.000-an orang,”ujar Ike Edwin.
Ike Edwin menjelaskan, Sekala Brak sebenarnya bukan satu-satunya kerajaan yang berasal dari Lampung. Pada abad ke-13, muncul Kerajaan Tulangbawang, tapi tidak bertahan lama dan akhirnya punah. Hanya Kerajaan Sekala Brak yang masih bertahan sampai saat ini. Banyak tradisi kata Dang Gusti Ike Edwin yang kini mulai ditinggalkan. Sebut saja tari sekura atau tari topeng yang tidak dikenal oleh masyarakat luas. Ada pula tari saibatin yang juga menjadi aset daerah, tetapi tidak dilestarikan.
“Sekarang ini di kampung-kampung malah menyelenggarakan organ tunggal, bukannya mementaskan tarian khas daerahnya. Tradisi turun di wai, seperti prosesi siraman pada adat Jawa, juga sudah tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Lampung. “Di Kampung Sekala Berak, hal-hal ini masih dipertahankan. Salah satu tradisi yang masih dilakoni di Sekala Brak sampai saat ini adalah membersihkan diri dengan mandi secara beramai-ramai sebelum memasuki bulan puasa,”kata Dia.
Mantan Kapolda Lampung ini mengatakan, beberapa waktu lalu, Raja Solo mengumpulkan semua raja yang ada di Indonesia. Di bawah Yayasan Raja dan Sultan Nusantara, kini ada 115 aset nusantara yang diakui nasional, dan Kerajaan Sekala Brak adalah salah satunya. Walaupun pernah dihapus oleh Soekarno pada 1949, kerajaan ini tetap ada sebagai kerajaan adat. Kerajaan Sekala Brak masih ada sebagai kerajaan adat, bukan pemerintahan.
Ia juga menjelaskan di belakang rumahnya yang berada di Lampung Barat terdapat sumur yang telah berusia 900 tahun. Sayangnya, sumur yang memiliki nilai histori tersebut kurang terurus. “Padahal sumur itu dulunya menjadi tempat mandi para raja dan bidadari,” ujar Ike.
Selain itu, ada juga batu yang digunakan untuk melakukan eksekusi atau pemenggalan kepala perempuan untuk persembahan kepada dewa. “Dulu, perempuan tercantik di daerah itu dipenggal untuk dipersembahkan,” kata dia.
Batu bersejarah itu juga tidak mendapat perhatian khusus. Ia berharap agar pemerintah memberikan perhatian untuk melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah yang masih ada di Lampung Barat.
Melihat konflik horizontal yang kerap terjadi di Lampung, pribumi Lampung yang memiliki wawasan nasional ini mengimbau semua pihak agar menganggap warga pendatang sebagai saudara. Ia menjelaskan warga nonpribumi yang datang ke kampungnya diberi gelar adat sehingga menjadi bagian dari keluarga adat Lampung.
“Warga nonpribumi tersebut diizinkan masuk dalam rumah adat dan diundang dalam acara adat,” kata dia.
Ike menegaskan adat yang diwariskan oleh leluhur harus dilestarikan. Pada era reformasi saat ini, kerajaan adat sebaiknya tidak digunakan untuk arogansi. (Nur/Nizar)

