ICS Desak Polda Lampung Mengusut Dugaan Pungli Miliaran Oleh Enam Kades di Jati Agung

Bandarlampung (Pena Belian Online)-Polda Lampung diminta mengusut kasus dugaan pungli oleh enam kepala desa di Kecamatan Jati Agung, yang merugikan warga hingga miliaran rupiah. Penarikan dilakukan hingga berulang kali, dengan dalih untuk pembebasan lahan Register 40, hingga pembuatan sertifikat, dan proses biaya untuk di setor kepada Kementerian Kehutanan RI.

Asep Sudarmansyah Kades Sumber Jaya
Pertode alias Peri Gayut Kades Karang Rejo

Keenam Kepala Desa itu adalah Asep Sudarmansyah Kades Sumber Jaya, Daryanto Kades Sinar Rejeki, Sonjaya alias Ison Kade Margo Lestari, Sutrisno Kades Puwotani, Pertode alias Peri Gayut Kades Karang Rejo, dan Sukarji Kades Sidoharjo. Termasuk empat orang tim atas nama Aulia, Iwan, Aat, dan Uus, yang mengaku selalu berhubungan dengan Dani, orang kementerian Kehutanan RI.

“Polda harus segera melakukan proses dan tindakan hukum. Karen ini sudah merugikan masyarakat banyak. Logikanya, tidak boleh lahan Register menjadi hak milik, atau dikuasai. Jika membela kepentingan masyarakat, bukan dengan cara menarik iuran. Kewenangan apa kades membagi bagikan lahan milik negara,” kata Tim Kerja Institute on Corruption Studies (ICS), Apriza, di Bandarlampung, seperti dilansir dari laman Sinarlampung.com pada Selasa (18/12).

Daryanto Kades Sinar Rejeki
Sutrisno Kades Puwotani

Apriza menjelaskan berdalih pembebasan lahan kawasan register menjadi hak milik, enam Kepala Desa di Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan diduga melakukan penarikan uang dari warga, Total penarikan mencapai miliaran rupiah. Iuran di kordinasi perdusun, lalu disetor ke Kades. Lalu menggunakan nama Forum Kepala Desa untuk pengajuan sertifikat, dan hingga kini tidak jelas bagi masyarakat.

“Masyarakat kini dintimidasi. Temuan kami, masyarakat disuruh bungkam oleh para kepala desa. Jika ada pers bertanya, atau orang asing bertanya, warga diminta menjawab tidak tahu,” katanya.

ICS juga akan menyusuri kebenaran, kabar yang menyebutkan bahwa penarikan uang kepada warga diperuntukan storan kepada Kementerian Kehutanan. “Itu uang apa, satu desa Rp170 juta, dikali enam desa. Kemudian akan disetorkan kepada Kementerian Kehutanan. Kita akan tanyakan kepada Menteri kehutanan, apakah benar, atau hanya menjual nama menteri,” katanya.

Sonjaya alias Ison Kades Margo Lestari,
Sukarji Kades Sidoharjo

Sementara Dani, yang disebut sebut sebagai orang dekat Kementerian Kehutanan RI, mengatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu soal penarikan uang tersebut. Dani mengaku hanya menjadi tempat konsultasi. “Jika saya disebut menerima uang, buktinya ada tidak, atau ada tanda tangan saya. Karena mereka datang konsultasi ya saya terima. Saya datang ke Lampung dan pulang ke jakarta semua gunakan biaya sendiri. Karena memang saya ada keluarga di Lampung,” katanya.

Dani mengakui, pernah diminta oleh Tim dan para kepala Desa, kepada masyarakat, soal peta. Tapi itu di jakarta, saat mereka (para kades,red) ada acara di Jakarta.”Secara prinsif saya beri masukan dan sesuai prosedur. dan mereka harus tempuh semua secara aturan. Jika belakangan mereka menarik uang ke warga, saya angkat tangan mas,” katanya.

Penyusuran sinarlampung.com, enam kepala desa itu kerap melakukan pertemuan tertutup dan berpindah pindah tempat. Kegiatan bersama tim Aulia, Iwan, Aat, dan Uus, yang kabarnya juga tidak begitu dikenal itu berjalan sejak kisaran bulan Oktober 2018 lalu. Setoran uang Rp170 juta perdesa itu, diserahkan kepada Aulia, dan tertera dalam kwitansi.

Tim ditunjuk Desa Aulia
Iwan Tim ditunjuk

Beberapa kali enam kepala Desa itu berangkat ke Jakarta, namun hanya didampingi Aulia, dan Iwan. Belakangan, pasca banyak pemberitaan Iwan tidak lagi kerap bersama Aulia dan para Kades. Bahkan Aat dan Uus ikut menghilang. Bahkan tidak jarang para kades hanya jalan jalan tanpa membuahkan hasil. Hingga berita ini diturunkan, para Kades belum bisa di hubungi.

Terpisah, Informasi yang dihimpun sinarlampung.com, sebelumnya penarikan dana sengaja dilakukan kepada warga, guna penyelesaian status lahan kawasan register 40 milik negara yang saat ini mereka diami, agar dapat menjadi hak milik.

Pengakuan warga Desa Sumberjaya, Rusliwin (48), Kamis (06/12) lalu menyebutkan bahwa Kepala desanya Asep Sudarman, menginformasikan bahwa tanah negara bisa menjadi hak milik pribadi dengan mengacu surat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) bernomor S.292/ BPKH.XX-3/2018 tertanggal 29 Oktober 2018. “Jadi kami dikumpulkan di Balai Desa dan Pak Kades menjelaskan bahwa KLHK telah memberi SK proses pengurusan tanah register 40,” kata Rusiwin.

Tim Forum Komunikasi enam Desa

Namun, sambung Rusli, untuk mendapatkan SK tersebut maka warga harus mengeluarkan dana. “Nah pengurusan SK tersebut ada dana yang dikeluarkan. Satu desa mencapai sekitar Rp180 juta. Jadi warga masing-masing dipungut biaya besarnya relatif tidak sama rata, ” papar mantan anggota BPD Sumberjaya itu.

Tak hanya di desanya, aksi dugaan penipuan juga dilakukan lima kepala desa tetangga. Di mana, Forum Komunikasi Antara Enam Desa se-Kecamatan Jati Agung menerbitkan surat pemberitahuan bahwa tanah di enam desa tersebut tidak masuk dalam rigister 40 Gedong Wani. Tetapi masuk dalam kawasan fungsi lain, yang siap dapat dibuat sartifikat. “Dengan mengklaim luas tanah 35 ribu hektare yang bukan tanah kawasan, enam desa membuat Pokmas guna pembuatan PTSL,” jelasnya.

Hal senada diutarakan warga Desa Sumberjaya, Ozi. Ia mengaku dana pengurusan SK langsung diambil oleh kepala desa setempat. “Saya sempat tawarkan Rp10 juta, tapi beliau (Asep Sudarman, red) hanya mengambil Rp3 juta,” kata Ozi.

Informasi lain menyebutkan, satu dusun ditarik uang terkumpul mencapai Rp25-30 juta. Masing masing desa rata rata berjumlah 6 sampai 7 dusun. Belum termasuk warga yang menguasai lahan hektaran. Perkiraan Rp180 juta dikali enam desa sekitar 1 miliar lebih. Penarikan uang kepada warga sudah yang ke tiga kalinya.

SK KLHK hingga saat ini tidak pernah ditunjukan ke warga. Malah dapat surat dari pemantauan kawasan hutan wilayah XX Bandar Lampung, yang menyatakan bahwa kawasan hutan gedong wani register 40 tetap bersetatus kawasan hutan. Sesuai dengan nomor SK. 74/MenLKH-PKTL/KUH/PLA.2/I/20I7. “Hingga saat ini SK tersebut tidak bisa ditunjukan Asep Sudarman, dengan demikin warga Desa Sumber jaya merasa ditipu. Hingga terjadinya ded lock saat pertemuan pembahasan.” paparnya Rusliwin.

Warga mengaku percaya dengan Kepada warga, Asep Sudarman Kepala Desa Sumber Jaya, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, yang merujuk kepada surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dengan Nomor Surat S.292/ bpkh.XX-3/2018. Tertanggal 29 Oktober 2018.

“Ketika itu yang bicara seorang Kepala Desa, ya kami percaya saja. Ngak mungkinkan seorang Kepala Desa mau membohongi warganya, dan hal itu, sudah tugas beliau juga menyampaikan apa-apa permasalahan yang ada di desa kepada warganya. Jadi kami sangat percaya kepada pak Asep selaku kepala desa.” Ujar Rusliwin.

salah satu bukti kwitansi warga

Rusliwin, menyatakan dalam memberikan wacananya warga di kumpulkan di Balai Desa, kepada masyarakat, Kepala Desa mengatakan bahwa, lahan yang selama ini dihuni bisa menjadi kepemilikan sendiri, dengan syarat rela mengeluarkan dana guna penyelesaian SK Menteri Kehutanan tersebut.

Lantaran ingin memiliki lahan, warga pun akhirnya menyepakati permintaan dana tersebut, yang masing-masing dari kesanggupan warganya. Namun, hingga saat ini warga yang telah dilakukan penarikan dananya itu tidak juga kunjung melihat Surat Keputusan menteri tersebut.(SL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *