JAKARTA (PBO)-Praktisi Hukum, Denny Karel Tumuju, MH, mengatakan Profesi Hakim adalah profesi dengan pekerjaan kemanusiaan yang tidak boleh jatuh ke dalam dehumanizing yang bersifat logic mechanical hingga dapat terperosok pada jurang alienasi hukum dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
“Hakim bertanggung jawab untuk mengembalikan hukum kepada pemilik hukum itu yaitu manusia. Hukum untuk manusia sebagai alat untuk mewujudkan kesejahteraan manusia, bukan hukum untuk hukum itu sendiri,”ujar Denny saat dikonfirmasi dikantornya pada Selasa (9/5/2017).
Menurut Denny Hakim mempunyai substansi untuk menjatuhkan pidana, akan tetapi dalam menjatuhkan pidana tersebut Hakim dibatasi oleh aturan-aturan pemidanaan. Peranan Hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan tidak mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Asas Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman yang menyakatan, Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan hidup dalam masyarakat.
“Dalam putusan Hakim Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan bersalah pada kasus penistaan agama, dijatuhi hukuman penjara 2 tahun dan langsung ditahan dimana sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum hanya dituntut hukuman penjara 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun,”jelasnya.
Apakah Hakim di dalam memutus sebuah perkara dan mempertimbangkan layak tidaknya seseorang dijatuhi pidana telah berdasarkan oleh keyakinan dan bukti-bukti yang ada? Apakah ada intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam persidangan ini, Negarakah ?, ataukah ada pihak-pihak lain yang terlibat yang mempunyai target khusus dalam persidangan ini ?.
Denny mengungkapkan, berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP, Hakim adalah pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili, yang dimaksud dengan kata “mengadili” adalah rangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak dalam sidang suatu perkara.
“Pertimbangan hukum yang tidak benar dapat terjadi karena berbagai kemungkinan, pertama
Hakim tidak mempunyai cukup pengetahuan hukum tentang perkara yang sedang ditanganinya, seperti tidak mengerti fakta persidangan dan fakta-fakta yang lain. Kedua Hakim sengaja menggunakan dalil hukum yang tidak benar atau tidak semestinya karena adanya faktor lain seperti adanya tekanan pihak-pihak tertentu, suap dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi independensi Hakim yang bersangkutan,”katanya.
Ketiga masih kata Denny, Hakim tidak memiliki cukup waktu untuk menuliskan semua argumen hukum yang baik disebabkan karena terlalu banyaknya perkara yang harus diselesaikan dalam kurun waktu yang relatif singkat.
“Ke-empat Hakim malas untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasannya (tidak menguasai materi perkara) sehingga berpengaruh terhadap kualitas putusan yang dibuatnya,”ujarnya.
Menurut Denny penting rasa keadilan dan hati nurani yang adil yang perlu ditanamkan pada setiap insan hakim. Sebab masih kata ia, Putusan Hakim pasti ada yang membuat salah satu pihak kecewa, tidak bisa mengakomodir semua pihak, dan pasti ada pihak yang tidak menerima putusan, ada yang menerima.
“Diharapkan tidak disalurkan ke tindakan anarkis atau tindak di luar ketentuan hukum, karena negara ini adalah negara hukum. Ada prinsip hukum bernama Res Judicata Pro Veritate Habetur yang artinya “putusan hakim harus dianggap benar” dimana putusan tersebut dijatuhkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa,”pungkasnya Denny (Red).